Kamu terbangun di sebuah pagi. Kamu buka jendela, berharap akan mencium bau pagi hari. Tetapi kamu malah mencium bau kali yang mampet gara-gara sampah numpuk. Kemudian kamu memutuskan untuk keluar. Tiba-tiba jalan raya yang biasanya lancar mendadak macet. Usut punya usut ternyata alasannya cuma karena banjir sisa genangan hujan tadi subuh. Kemudian kamu memutuskan untuk berhenti di mal terdekat. Kamu jalan-jalan santai, tapi kamu jutru terjatuh ditangga karena ada oknum tak bertanggungjawab yang buang kulit pisang sembarangan. Kemudian kamu mengutuk dunia dan berharap dilahirkan kembali di negeri lain.
|
Sekarang mending kamu meratapi nasib aja deh |
Ya, kalau sampai hal itu benar-benar menimpa kamu, tandanya kamu lagi sial, dan mending kamu buru-buru tobat. Tetapi, banjir, kubangan air, kali yang mengental airnya, itu merupakan masalah yang nyata. Apalagi yang terakhir, buang kulit pisang di tangga, sungguh terlalu yang melakukan. Tindakan menjaga lingkungan seperti menanam pohon atau gotong royong membersihkan kali itu sangat bagus. Tetapi bukankah kata pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Menurut saya, tidak terlalu perlu menggembar-gemborkan gerakan a, gerakan b, atau gerakan c untuk menjadikan lingkungan lebih baik. Perbaiki diri sendiri, maka orang lain akan malu dan mengikuti. Bukankah memberi contoh lebih baik daripada menyuruh?
Buanglah sampah pada tempatnya. Sepertinya kita sudah diajarkan oleh guru-guru sekolah kita sedari dulu. Tapi apa daya, lingkungan lebih berpengaruh daripada sekolah dalam perkembangan hidup manusia. Hal tersebut tak lebih menjadi sekedar jargon masuk telinga kiri, keluar di telinga kiri lagi.
Sebagai manusia yang memiliki akal, harusnya kita sadar, kalo kita melakukan aksi pasti ada reaksi, setiap kejadian ada sebab. Kalau kali banjir atau bau ya ada asal muasalnya, bukan karena diturunkan tuhan. Alasan paling masuk diakal saya adalah karena ada seseorang yang nakal buang satu plastik ke kali.
Pasti anda berpikir tidak mungkin hanya karena satu orang saja yang buang plastik kemudian banjir. Memang tidak mungkin. Tapi kalau setiap hari ada 20 orang nakal buang plastik ke kali, berapa jumlah plastik yang ada di kali ketika seminggu? 20 x 7 = 140 plastik. Kalo sebulan? 140 x 4 = 560 plastik. Kalo setahun? 560 x 12 = 6720 plastik. Kalo sepuluh tahun? 6720 x 10 = 67200 plastik. Banyak kan. Baru sadar ya.
Apa Yang Harus Kita Lakukan?
|
Kumpulan sampah yang dibuang sembarangan dalam gerbong kereta |
Buanglah sampah pada tempatnya. Seharusnya kalimat tersebut kita terapkan. Tak ada alasan untuk tak menerapkannya. Apa susahnya buang sampah pada tempatnya? Nihil. Malah nambah pahala, dan keliatan makin ganteng kalo dilihat gebetan.
Ingat, setiap anda membeli produk dalam kemasan, anda mempunyai tanggungjawab untuk membuang bagian yang tidak terpakai tepat pada tempatnya. Anda tak mau dibilang manusia tak bertanggungjawab kan? Makanya sisa makannya dibuang dong, jangan asal dilempar ke pojokan.
Jika anda tidak menemukan tempat sampah umum, anda bisa mengumpulkannya terlebih dahulu dalam satu wadah (kantong kresek atau tas ramah lingkungan) untuk dibuang kemudian. Kalau anda punya sedikit nyali, bisa titip ke toko kelontong atau tukang apapun di sebelah anda, biasanya mereka punya tempat sampah sendiri. Kalo cupu ya gausah, bawa pulang aja.
Kalau anda bisa menerapkan hal tersebut, setidaknya anda akan berkontribusi membersihkan lingkungan dengan tidak lebih mengotorinya. Anda telah melakukan hal baik. Setidaknya itulah yang bisa dijadikan modal awal. Melakukan kebaikan kecil.
Jika anda terbiasa melakukannya. Setidaknya akan ada teman anda yang melihat, dan bertanya pada anda. Anda bisa menceritakan dan mungkin dia akan tergugah dan melakukan hal yang sama seperti anda. Anda telah menciptakan rantai kebaikan. Kebaikan untuk anda sendiri, dan dunia yang lebih baik.
Untuk Apa?
|
Anak bermain di sungai |
Dalam buku The Fishes of the Indo-australian Archipelago (1953), terdapat 187 jenis ikan di Kali Ciliwung, dalam penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 2009-2011, jumlah itu menyusut menjadi 20 jenis. Kenapa? Ya anda yang pernah melihat kondisi kali tersebut pasti bisa langsung menebak. Kali tersebut penuh dengan sampah.
Kejadian tersebut kan ga setahun dua tahun, tetapi berselang 57 tahun. Kurang lebih satu generasi. Artinya, jika ada seorang bapak yang mulai mengotori kali pada tahun 1953 berumur 20 tahun, maka sekarang dia sudah berumur 78 tahun. Itu juga kalau dia belum meninggal. Mungkin dulu ketika dia muda dia tidak akan berfikir untuk 58 tahun kedepan, karena mungkin dia sudah tidak akan menikmati.
Hal-hal yang kita rasakan sekarang adalah buah yang ditanam oleh para manusia sebelum kita. Jika kita ingin memberikan lingkungan yang baik untuk generasi setelah kita, setidaknya, mulailah dari diri kita sendiri. Mulailah dari buang sampah pada tempatnya.
Bayangin aja, kalo kita lahir, dan pas kita dewasa semua sungai berubah jadi tempat pembuangan sampah. Ga mau kan? Kalo gitu kita harus mulai dari sekarang. Mulai dari hal hal yang kecil. Karena hal-hal yang besar itu terjadi karena hal-hal yang kecil.
Buang sampah pada tempatnya, yuk!