Lamno dan Gurita
Indomie yang dimasak disini emang beda. Di Aceh, Indomie dimasak selayaknya Mie Aceh, bisa pesan rebus, goreng, atau goreng basah. Selain itu, sensasi menyeruput Indomie selalu berubah-ubah mengikuti pemandangan yang terpampang. Gak sih, tergantung bumbu aja sih.
Oh iya, baru aja JB dateng ke Gampong (sebutan desa di Aceh) yang sebagian besar masyarakatnya berparas indah, dan tampan. Lamno nama daerahnya, letaknya cari di Google Maps, kalian sudah pada besar kan.
Iya, JB mau nulis tentang keturunan Portugis kok.
Beberapa warga disini adalah keturunan Portugis. Rumornya, jaman dulu, ketika kapal Portugis merapat di Lamno, menjadi awal cerita warga peranakan ini. Dari sekian keturunan Portugis ini, beberapa diantaranya memiliki rambut pirang dan matanya berwarna biru atau cokelat muda.
Ngomong-ngomong soal warga peranakan, kembali ke awal tadi, JB bertemu dengan salah-satu si keturunan Portugis ini. Seorang anak kecil (bukan Kakak-kakak) yang sedang belajar di TPA.
Ketika JB dan teman-teman masuk ke dalam TPA, kami disambut oleh ibu guru. Kami meminta izin dan langsung diberikan oleh sang ibu, karena sudah sering ada mahasiswa datang kesini untuk mencari si keturunan Portugis.
Anak-anak didik berhamburan ketika kami masuk, tampang mereka kebingungan sekaligus siaga berlari jika kami melakukan hal aneh. Dari sekian banyak murid disini, banyak yang berwajah peranakan, putih dan lucu. Tapi itu biasa di Aceh, hampir semua yang JB temui berwajah peranakan.
Di dalem TPA. |
Banyak peranakan Portugis rumornya menjadi korban amukan tsunami beberapa tahun silam, bersama warga lainnya. Dulu, kata seorang teman, bahkan nahkoda rakit di Lamno saja sudah sangat tampan. Tapi ga setampan JB. Yeah!
Mungkin kunang adalah salah satu dari sedikit warga peranakan yang tersisa. Banyaknya kunjungan dari warga asing yang ingin bertemu dengan anak ini mungkin adalah salah-satu alasan mengapa ia menjadi sangat, sangat-sangat pemalu.
Temen-temennya kunang, mereka ga pemalu. |
Tapi, omong-omong soal langka, banyaknya kunjungan, keindahan, dan tersembunyi, jadi ingat soal...
Oke, ga usah dilanjut, otak JB ga sampe tuk omongin soal tetek bengek etika parawisata dan dampak banyakanya kunjungan terhadap perkembangan seorang anak, atau apapun yang berat. Mending omongin makanan.
Sruput kopi dulu biar ga pusing. |
Tadi pas jalan-jalan di Lamno, kami makan siang di sebuah warung makan, ga jauh dari TPA yang tadi. Disini ada gurita yang dimasak gulai, tapi sudah habis kata pemilik warung. Tapi untuk kamu, gurita goreng saja ya! lanjutnya. JB girang.
Karena di Jawa gurita adalah makanan langka dan disajikan dalam menu eksklusif seperti di Sushi atau di resto Korea. Disini gurita seperti ayam, tapi ayam kampung, ada, tapi tidak sering.
Setelah menunggu cukup lama, gurita goreng disajikan di meja. Jangan bayangkan gurita utuh digoreng, kamu akan dapet harapan palsu. Bentuknya sudah berupa potongan dan tidak ada lagi bentuk kepala gurita, yang masih berbentuk hanya tentakelnya.
Ini gurita goreng. |
Gurita goreng ini teksturnya lucu. Kenyal-kenyal dan gurih. Gak sekenyal cumi-cumi, tapi lebih kenyal daripada udang. Dagingnya kurang menyerap rasa jadi lebih enak dimakan dengan sambal, dan rasanya lebih amis daripada cumi-cumi. Enak sih, gratis soalnya.
Gurita goreng lebih enak dimakan bersama condiment untuk dicolek-colek. |
Oh iya, sekarang JB lagi di Grute. Adalah sebuah puncak diantara jalan menuju Meulaboh dari Banda Aceh dengan pemandangan menuju ke Samudera Hindia. Disini adalah satu dari sekian banyak spot bagus untuk melihat sunset.
Ini pemandangan Grute. Enak dipandang dengan atau tanpa pacar. |
guritanya kelihatan enak tuh.
ReplyDeleteanak-anaknya lucu buangeeeeet dan guritanya keliatan enak banget. mau mauuuuuu
ReplyDeleteiya enak guritanya. anaknya juga aktif enak hhaha
Delete