kosong
Apa yang jadi alasan kamu melakukan perjalanan? Beberapa teman saya melakukan perjalanan untuk lebih menyadari betapa indahnya dunia dan nyamannya rumahnya. “No one realizes how beautiful it is to travel until he comes home and rests his head on his old, familiar pillow.”, kata Lin Yutang. Favorit saya adalah, “He who does not travel does not know the value of men.”, seorang teman bilang "saya suka tantangan di alam, karena saya seorang lelaki".
Tapi, yang dirasa saya, sekarang cukup bergeser. Kamera menjadi alat wajib setiap perjalanan. Alasan utama melakukan perjalanan bukan lagi menikmati indahnya dunia, apalagi menjadi seorang pria. Lebih mencari sebuah momen untuk difoto dalam kamera. Setidaknya itu yang saya rasa.
Beberapa perjalanan terakhir, saya mencoba untuk tidak membawa kamera sama sekali. Berat memang, sampai yang terakhir. Tetapi, saya jadi bisa menikmati perjalanan dengan lebih bebas. Tak ada lagi momen untuk dikejar, tak ada lagi beban dipanggul, cukup lebih membuka kelima indera.
Alasan perjalanan tetap sama, “The world is a book and those who do not travel read only one page.” - St. Augustine. Keberadaan kamera dan sederet gear lainnya adalah optional, yang penting adalah melakukan perjalanan, budhal, mangkat! Jangan sampai benda itu menghalangi perjalananmu.
Bawalah gear secukupnya, nikmati perjalanan kamu. Memang nikmat untuk membuat dokumentasi yang bagus juga lebih tempting, ya tapi cobalah untuk menikmati perjalananmu.
Anyway, ini ada oleh-oleh dari perjalanan terakhir. Katanya tempat ini mirip dengan latar di film Norwegian Woods.
Terima kasih kepada duo kaka senthong, menemani perjalanan tidak mainstream di Bromo. Makan cemilan pagi-pagi pas puasa, duduk-duduk ketika orang-orang berlarian ke kawah Bromo, dan melakukan sumpah serapah ditengah remaja ababil yang melakukan pertarungan motor.
Tapi, yang dirasa saya, sekarang cukup bergeser. Kamera menjadi alat wajib setiap perjalanan. Alasan utama melakukan perjalanan bukan lagi menikmati indahnya dunia, apalagi menjadi seorang pria. Lebih mencari sebuah momen untuk difoto dalam kamera. Setidaknya itu yang saya rasa.
Beberapa perjalanan terakhir, saya mencoba untuk tidak membawa kamera sama sekali. Berat memang, sampai yang terakhir. Tetapi, saya jadi bisa menikmati perjalanan dengan lebih bebas. Tak ada lagi momen untuk dikejar, tak ada lagi beban dipanggul, cukup lebih membuka kelima indera.
Alasan perjalanan tetap sama, “The world is a book and those who do not travel read only one page.” - St. Augustine. Keberadaan kamera dan sederet gear lainnya adalah optional, yang penting adalah melakukan perjalanan, budhal, mangkat! Jangan sampai benda itu menghalangi perjalananmu.
Bawalah gear secukupnya, nikmati perjalanan kamu. Memang nikmat untuk membuat dokumentasi yang bagus juga lebih tempting, ya tapi cobalah untuk menikmati perjalananmu.
Anyway, ini ada oleh-oleh dari perjalanan terakhir. Katanya tempat ini mirip dengan latar di film Norwegian Woods.
Terima kasih kepada duo kaka senthong, menemani perjalanan tidak mainstream di Bromo. Makan cemilan pagi-pagi pas puasa, duduk-duduk ketika orang-orang berlarian ke kawah Bromo, dan melakukan sumpah serapah ditengah remaja ababil yang melakukan pertarungan motor.
ihik aseeek.
ReplyDeletekalo aku wan, entah mengapa skrg sok merasa punya tanggung jawab lebih untuk bs mendokumentasikan destinasi tujuan, agar teman2 yg gabisa kesana bisa ikut menikmati dari foto.
tergantung juga sih, aku ga selalu bawa kamera kok. kalo tempatnya wow aku masih merasa harus bawa kamera. kembali ke awalnya, aku suka motret baru suka jalan2. begitulah bro.
kalo gaharsi yang make, kita mah percaya semua :D
Deletehaha...
ReplyDeletebener wan... sepertinya ane lebih masuk ke tipe "yuk jalan jalan, rekam nanti saja sebisanya". hahaha...
pengen lebih banyak nulis daripada motonya. hhaha.
untunglah gak kebawa arus DSLR ane... ahaha..
masih dalam arus LDR! :p
yeah, hidup LDR!
Deleteiya ane juga gitu sekarang gan, jarang jalan bawa kamera.
wong kameranya pada rusak :p