.him
Batuk berkepanjangan yang tak kunjung berhenti, tak bisa diobati dengan berbagai cara, obat dan istirahat, entah mengapa, hari itu hilang mendadak, tanpa diobati. Dan, pada hari itu juga saya, kami, dan kita, kehilangan sebuah sosok yang sangat berharga.
Hari itu, umurnya lima puluh empat tahun, dan hampir setengah masa hidupnya dihabiskan bersama dengan berbagai penyakit, darah tinggi, asam urat, gagal ginjal, dkk. Sekarang semua perjuangannya sudah selesai, telah berakhir, benar-benar berakhir. ya, dia pasti sudah tenang sekarang.
Marahnya, geraman-nya, dan teriakan-nya selalu jadi alasan utama saya untuk menjauh dari rumah. Dibalik itu, terkandung karakter kuat dari nya. Sekarang, saya, dan kami, telah merasa kehilangan. ya, kami rindu suara itu.
Saya akui, saya memang sangat melanko, ya, melankolis. Tapi, tanggungjawab di punggung saya membuat saya harus memakai topeng lain untuk menutupi ke-malanko-an saya.
Tapi, kali ini, saya tak bisa menahannya, topeng itu, dia retak, tak kuat menahan beban yang ada. Air keluar, saling berdesak-desakan, melalui sela sela retakan. ya, saya menangis.
Maaf, saya memang cengeng, tapi, kali ini bukan karena merasa kehilangan, saya dan kami sudah ikhlas akan kepergiannya. Melainkan, kebanggan. Teman, Partner Kerja, Atasan, dan Sahabatnya, semua mengiringi perjalanan terakhirnya. ya, saya bangga.
Bukan, bukan pada momen diatas saya menangis, tapi, ketika terdengar pesan terakhir dari teman sejahwatnya, teman seperjuanganya di tempatnya bekerja. Begitubanyaknya jasa dan pengabdiannya di tempatnya bekerja. ya, saya bangga.
ya, saya bangga. Hampir semua teman-nya berkata, "Bapak-mu orang yang jujur, ga pernah manfaatin temen dan jabatan, kamu harus ngelanjutin-nya". Dia orang yang jujur. Saya Bangga.
Dia guru saya, mengajari saya memasak, mengajari saya belajar, mengajari saya kejujuran, mengajari saya fotografi, yang pada akhirnya beda aliran, dan masih banyak lagi yang tidak saya ajari. ya, dia guru saya.
Senang, susah, ceria, duka, lara, semua bercampur menjadi satu, bersinergi menjadi sebuah catatan sejarah perjalanan hidupnya.
Hati, menjadi tempat mengukirnya,
Mulut, menjadi media penyebarannya,
Mata, menjadi saksi perbuatannya,
smoga ini bisa jadi sebuah pengalaman bagi semua yang merasakannya.
Tangis, tidak menjadi pengiring perjalanan terakhirnya. Doa, itu yang saya percaya dan yang terbaik untuknya. Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.
Amien.
Mochammad Bachtiar.
5 Mei 1955 - 22 August 2009
*no photo
yeah, this note is for u, dad!
Hari itu, umurnya lima puluh empat tahun, dan hampir setengah masa hidupnya dihabiskan bersama dengan berbagai penyakit, darah tinggi, asam urat, gagal ginjal, dkk. Sekarang semua perjuangannya sudah selesai, telah berakhir, benar-benar berakhir. ya, dia pasti sudah tenang sekarang.
Marahnya, geraman-nya, dan teriakan-nya selalu jadi alasan utama saya untuk menjauh dari rumah. Dibalik itu, terkandung karakter kuat dari nya. Sekarang, saya, dan kami, telah merasa kehilangan. ya, kami rindu suara itu.
Saya akui, saya memang sangat melanko, ya, melankolis. Tapi, tanggungjawab di punggung saya membuat saya harus memakai topeng lain untuk menutupi ke-malanko-an saya.
Tapi, kali ini, saya tak bisa menahannya, topeng itu, dia retak, tak kuat menahan beban yang ada. Air keluar, saling berdesak-desakan, melalui sela sela retakan. ya, saya menangis.
Maaf, saya memang cengeng, tapi, kali ini bukan karena merasa kehilangan, saya dan kami sudah ikhlas akan kepergiannya. Melainkan, kebanggan. Teman, Partner Kerja, Atasan, dan Sahabatnya, semua mengiringi perjalanan terakhirnya. ya, saya bangga.
Bukan, bukan pada momen diatas saya menangis, tapi, ketika terdengar pesan terakhir dari teman sejahwatnya, teman seperjuanganya di tempatnya bekerja. Begitubanyaknya jasa dan pengabdiannya di tempatnya bekerja. ya, saya bangga.
ya, saya bangga. Hampir semua teman-nya berkata, "Bapak-mu orang yang jujur, ga pernah manfaatin temen dan jabatan, kamu harus ngelanjutin-nya". Dia orang yang jujur. Saya Bangga.
Dia guru saya, mengajari saya memasak, mengajari saya belajar, mengajari saya kejujuran, mengajari saya fotografi, yang pada akhirnya beda aliran, dan masih banyak lagi yang tidak saya ajari. ya, dia guru saya.
Senang, susah, ceria, duka, lara, semua bercampur menjadi satu, bersinergi menjadi sebuah catatan sejarah perjalanan hidupnya.
Hati, menjadi tempat mengukirnya,
Mulut, menjadi media penyebarannya,
Mata, menjadi saksi perbuatannya,
smoga ini bisa jadi sebuah pengalaman bagi semua yang merasakannya.
Tangis, tidak menjadi pengiring perjalanan terakhirnya. Doa, itu yang saya percaya dan yang terbaik untuknya. Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.
Amien.
"Semua yang berasal dari-Nya, pasti akan kembali ke hadapan-Nya"Teman, Sahabat, Keluarga, Kakek, Anak, Cucu, Keponaka, Sepupu, Suami,....., dan Ayah, dia telah pergi dari dunia ini,
Mochammad Bachtiar.
5 Mei 1955 - 22 August 2009
*no photo
yeah, this note is for u, dad!